Oleh Karina Adistiana & Wacil Wahyudi
Residensi Seni secara umum diartikan sebagai program sementara waktu bagi seniman untuk mengerjakan sebuah proyek atau mengembangkan ide baru melalui interaksi dengan tempat atau lingkungan yang berbeda dari tempat biasanya ia berkarya. Walau terkesan sederhana dari definisi, sebenarnya residensi seni adalah kegiatan yang kompleks dan cukup luas spektrumnya. Dalam residensi ada banyak pihak yang terlibat, selain host dan seniman residen, juga ada kurator, sumber belajar, individu dan atau organisasi penyelenggara, serta masyarakat sekitar tempat residensi. Semua pihak ini turut memberi sumbangsih pada aktivitas dalam kegiatan residensi dan karya seniman yang biasanya menjadi ujung dari proses kegiatan.
Ada banyak cara menggolongkan residensi. Beberapa tipe residensi ditinjau dari tempat dan penyelenggaranya antara lain: (1) Studio Residency: Difasilitasi oleh pemilik studio tempat seniman akan fokus membuat karya, terkadang bersama beberapa seniman lain agar terjadi saling kritik dan juga saling dukung; (2) Research Residency : seniman berkarya di tempat tertentu yang dipilih berdasar kekhasan yang tidak dimiliki tempat lain, seniman juga mendapat akses pada sumber belajar (arsip, koleksi, narasumber) yang memiliki pemahaman tentang materi, keahlian atau pengetahuan tertentu; (3) Artist In Residence: Difasilitasi oleh organisasi-organisasi yang tidak berhubungan langsung dengan seni, namun menghargai perspektif berbeda yang dibawa para seniman dalam karya mereka; (4) DIY Residencies : Residensi yang diatur sendiri oleh seniman untuk kepentingan proses kreatifnya.
Penggolongan lain bisa berdasarkan fokus kegiatannya. Tipe residensi berdasarkan hal ini: (1) Research-Based Residencies: Seniman mengembangkan ide yang berhubungan dengan topik tertentu dan seringkali berhubungan erat dengan tempat residensinya serta dengan orang-orang yang menjadi mitranya; (2) Thematic Residencies: Program yang terstruktur untuk seniman, kurator, dan pekerja seni lain bersama-sama membahas tema tertentu atau menciptakan karya bersama; (3) Production-Based Residencies: Seniman fokus untuk menyelesaikan karyanya, seringkali dibantu seorang kurator serta tim teknis dan biasanya ditujukan untuk dipamerkan setelahnya; (4) Interdisciplinary and Cross-Sectorial Residencies: Bertujuan untuk mengeksplorasi aneka ragam media dalam disiplin ilmu dan bidang seni yang berbeda-beda; (5) Virtual Residencies: Seniman dapat menggunakan platform tertentu selama periode waktu terbatas untuk memberikan exposure secara daring kepada masyarakat yang lebih luas, sehingga seniman dapat melihat proses yang terjadi bukan sekadar fokus pada penyelesaian proyek yang spesifik.
Mengacu pada dua jenis penggolongan di atas, dapat disimpulkan bahwa para seniman dalam Urban Futures ini merupakan Artists In Residence dengan program berbasis riset (Research-Based Residencies). Walaupun ada keterlibatan kurator yang berlatar belakang seni, penyelenggara residensi ini bisa dibilang tidak secara langsung berhubungan dengan dunia seni dan mencoba terbuka terhadap perspektif unik yang dibawa masing-masing seniman. Di dalam residensi ini tiga peran utama yang terlibat adalah seniman, host, dan kurator. Ada topik khusus yang menjadi materi riset para seniman, yaitu tentang kompleksitas kemandirian pangan di kota Bandung.
Setiap seniman mendapatkan fokus atau sub-topik ‘riset’ yang berbeda untuk dilakukan di lokus yang juga berbeda, namun adanya sesi-sesi diskusi bersama antara para seniman dan kurator memungkinkan terjadinya pertukaran informasi tentang setiap sub-topik.
Proses kegiatan yang dilakukan dalam program ini melibatkan seniman dengan latar belakang pendidikan, profesi dan medium seni yang beragam. Hampir semua seniman berdomisili di Bandung, hanya satu yang berasal dari Jakarta. Demikian pula tiga host yang terlibat, latar belakang pendidikan, keluarga, serta pengalamannya bervariasi. Perbedaan-perbedaan antar seniman, antar host, dan antara seniman dengan host ini justru membuat interaksi yang terjadi semakin bermakna. Saling-silang pengetahuan yang terjadi juga semakin luas, seiring kolaborasi antar pihak ketika menelusuri pengetahuan di lingkungan terkait pemetaan isu pangan kota Bandung dalam konteks produksi, distribusi, konsumsi dan sampah makanan sebagai ekosistem. Terlebih sumber belajar di masing-masing lokus (lahan pertanian, pasar induk atau tradisional, kantin dan tempat pengolahan sampah), serta elemen atau perangkat yang terkait juga bervariasi.
Refleksi personal masing-masing seniman menjadi kunci utama pembelajaran yang kontekstual secara gagasan pada residensi bertema “Kemandirian Pangan Bandung”. Pengetahuan baru yang didapat dalam proses residensi dimaknai secara lebih mendalam serta dihubungkan dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Ini membuat pengetahuan yang didapat tak lagi sekadar berbentuk kumpulan fakta-fakta, melainkan berkembang dalam bentuk konsep yang lebih kompleks, diiringi kesadaran baru yang mewujud dalam bentuk karya. Di sinilah keunikan residensi sebagai metode pembelajaran.
Arah dan kedalaman perkembangan pengetahuan pembelajar dalam residensi tidak disetir oleh satu pihak tertentu. Ada nilai kesetaraan dalam proses pembelajaran yang terjadi. Seniman dan host berbagi peran dalam berproses memaksimalkan capaian tujuan pembelajaran kegiatan residensi melalui sikap inisiatif dan responsif satu sama lain, tanpa ada pemegang kendali maupun instruksi seperti yang terjadi dalam pembelajaran lain, misalnya seperti dalam seminar ataupun pelatihan.
Sumber belajar seniman ditentukan bukan oleh satu pihak saja (host atau kurator), melainkan ditentukan bersama berdasarkan diskusi-diskusi antara seniman dengan host dan kurator, serta dipengaruhi oleh setiap proses yang terjadi.
Keunikan lain dalam residensi Urban Futures ini adalah membaurnya batas pembelajar dengan fasilitator pembelajaran. Baik seniman residensi maupun host mengalami perkembangan pengetahuan mengenai objek pembelajaran, secara berbeda-beda. Hal ini dimungkinkan karena, seperti seniman, setiap host juga punya kedekatan yang berbeda-beda secara objektif (jarak) maupun subjektif (pengalaman dan pemaknaan) dengan lokus dan dengan topik. Maka interaksi yang terjadi bukan lagi semata antara host dan seniman maupun seniman dengan seniman dan hostdengan host melainkan interaksi yang kompleks antara latar belakang anak petani, konsultan pangan kopi, penggiat pangan, wacana dan medium dalam berkarya, barista, dan identitas lain yang melekat pada pihak-pihak terkait. Host mengalami perkembangan dari sekadar tahu (melalui kasat mata, obrolan, berita maupun berkunjung), menjadi sebuah tantangan untuk mencari tahu lebih dalam hingga kemudian disadari ataupun tidak, turut meresapi peran pelaku residensi, yang juga bisa dikatakan menjadi pembelajar.
Para host dalam residensi ini ikut terlibat proses seniman dalam beradaptasi dan menjadi bagian dari lokus sebagai pendekatan interaksi, dan berbagi dalam berproses mendapatkan pengetahuan secara utuh melalui pengalaman langsung. Dalam perjumpaan-perjumpaan antara seniman dengan narasumber, host yang menemani mendapat kesempatan nguping, menyimak tanpa mengintervensi sebuah dialog atau obrolan di antara dua pihak atau lebih. Jelas nguping ini jarang, atau bahkan tidak pernah, dianggap serius dalam metode pembelajaran umum. Namun dalam residensi ini nguping memberi banyak informasi yang juga menjadi sumber diskusi lebih dalam antara host dan seniman sehingga bukan sekadar memperluas penggalian pengetahuan dalam diskusi lanjutan, namun juga memperdalam pemahaman dan rasa saling menghargai antara host dan seniman.
Keberanian penyelenggara memilih residensi sebagai metode pembelajaran patut diapresiasi. Ada banyak cara yang lebih umum dan “aman” seperti misalnya pelatihan yang biasanya berujung pada pemberian tugas “Rencana Tindak Lanjut” (RTL) atau sekadar membuat alat-alat edukasi untuk disebarkan secara masal. Dalam cara-cara umum ini, banyak hal terprediksi dan terkendali, seperti target pembelajaran dan bentuk akhir perwujudan pengetahuan. Di sisi lain, pendekatan seni dalam residensi Urban Futures ini memberi cara berbeda dalam melihat fenomena di ekosistem pangan, dan dengan demikian menghasilkan artikulasi pengetahuan yang juga berbeda sekaligus mungkin mengejutkan dan di luar dugaan. Ada kebaruan yang segar namun tidak mengurangi kompleksitas permasalahan “Kemandirian Pangan Kota Bandung”.
Langkah progresif residensi Urban Futures ini juga menarik untuk dilihat keberlanjutannya. Pembelajaran bermakna yang dialami oleh para seniman tampaknya tak sekadar berhenti di karya yang berkaitan dengan residensi ini. Tanpa perlu dipantau RTL, saling-silang pengetahuan yang terjadi turut mempengaruhi proses kreatif para seniman dengan medium seni di kemudian hari, dan menyentuh lebih banyak publik seni. Sebaran pengetahuan yang meresap dalam medium seni akan terus meluas untuk kemudian dapat dimanfaatkan dan dirasakan masyarakat lintas bidang atau wilayah disiplin ilmu pengetahuan lainnya.
Tulisan ini merupakan kesimpulan dari wawancara yang dilakukan dengan para seniman dan host yang terlibat dalam residensi “Urban Futures”. Rangkuman wawancara yang lebih rinci dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel ini bertujuan untuk menggambarkan kedalaman proses residensi dan menunjukkan kekhasan dan keunikan hasil belajar yang terjadi pada peran-peran yang berbeda. Walaupun pengalaman terjadi dalam konteks ruang dan waktu yang sama, pembelajaran yang terjadi dapat berbeda. Dengan demikian perlu menjadi catatan bahwa dalam membaca tabel ini, keterangan “aspek” tidak dimaksudkan untuk menjadi indikator dalam membandingkan peran dalam residensi, karena dalam praktik pembelajaran berbasis pengalaman terbuka ruang yang luas untuk pemaknaan personal.
| No | Aspek | Seniman | Host |
| PRA RESIDENSI | |||
| 1 | Konsep yang dimiliki tentang residensi | Dua seniman baru pertama kali residensi. Dua lagi sudah memiliki beberapa pengalaman residensi. Tiga seniman mengartikan residensi sebagai proses berkarya, beradaptasi secara kreatif, di sebuah lingkungan baru yang berbeda dari lingkungannya sendiri. Persepsi yang berbeda hanya dimiliki satu seniman yang sebelum program beranggapan bahwa residensi adalah membuat karya bersama beberapa seniman yang bersama-sama menginap sementara di satu tempat. | Satu host mampu menerjemahkan residensi secara menyeluruh berdasarkan pengalaman sebagai dosen seni dan seniman. Dua host lain menerjemahkan peran sebagai tuan rumah sesuai penjelasan kurator: menjadi tuan rumah, mempertemukan dengan sumber pengetahuan dan mendampingi dalam proses penelitian. Dua host dilibatkan sejak tahap perencanaan kegiatan. Sedangkan satu host diajak jelang residensi oleh host lain karena kedekatan tempat tinggal dengan lokus. |
| 2 | Konsep yang dimiliki tentang seni dan seniman | Tiga seniman memang sudah menggunakan seni sebagai artikulasi pengetahuan. Satu seniman lain terbiasa dengan gaya studio based. Setiap individu seniman memahami potensi medium seni pribadinya, dan mempunyai pengalaman dalam proses penciptaan karya sesuai dengan ketertarikan maupun kemampuan. | Satu host merasa seni adalah dunia yang sangat berbeda dan punya persepsi yang sedikit negatif tentang seniman (profesi yang pemikirannya terlalu beda, filosofis dan bekerja sesuai arahan pribadinya). Satu host tahu seni hanya dari penggolongan karya (patung, lukis, musik), dan memiliki persepsi bahwa seniman berkarya hanya di satu tempat. Semua host tidak mengenal secara detail ruang lingkup karya-karya para seniman sebelumnya. |
| 3 | Pengetahuan tentang topik dan subtopik | Tiga seniman mempunyai kedekatan dan keseharian pada konteks topik yang ditawarkan dalam residensi, dua di antaranya terlibat dalam kolektif/komunitas yang berkaitan dengan topik. Walau demikian, semua seniman menyadari pengetahuan tentang topik residensi ini masih minim.Tiga seniman mempunyai fokus terhadap isu topik dalam menggagas dan penciptaan karya, dalam arti mereka semua sebelumnya sudah pernah membuat karya yang berhubungan dengan topik residensi. | Hanya satu host yang memiliki latar belakang terkait dengan topik. Selain pernah menempuh pendidikan di bidang pertanian, ia juga pernah dan masih terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan dunia pangan. Para host mendapatkan informasi tentang topik sebatas dari tim kurator dan narasumber di acara peluncuran program. |
| 4 | Kedekatan dengan lokus lokus | Tiga orang seniman residensi memang tinggal atau berkegiatan di Bandung dan sekitarnya dan pernah berkunjung ke lokus yang menjadi tempat observasi juga pernah mendapatkan dan mendengar informasi tentang lokus dari masyarakat melalui obrolan. Satu seniman lain tinggal di Jakarta dan Belum banyak mengetahui tentang lokusnya. | Semua host berkegiatan sehari-hari (tinggal atau kerja) di sekitar lokus residensi para seniman. Ketika mendapat kepastian menjadi host, semua langsung melakukan survey lokasi. Ada yang datang langsung, ada yang memakai jejaringnya untuk mendapat informasi. Semua host pernah mendapatkan dan mendengar informasi tentang lokus dari masyarakat melalui obrolan. |
| PROSES RESIDENSI | |||
| 1 | Pola interaksi seniman dan host | Tiga seniman dalam residensi ini berinteraksi intensif dengan host masing-masing. Satu seniman memang tidak menetap di lokus tertentu dan tidak mendapat host khusus. Baik seniman maupun host yang berinteraksi secara intensif menceritakan pola serupa, yaitu:Interaksi langsung pertama dimulai dari perkenalan antara seniman dan host dalam pembukaan program.Ada diskusi antara seniman dan host untuk membahas target-target ataupun ketertarikan seniman dan faktor lain yang diperkirakan dapat membantu perolehan data.Semua seniman menggunakan platform media sosial dalam berkomunikasi. Host menemani seniman untuk terjun ke lapangan atau lokus untuk mencari pengetahuan, baik atas inisiatif host maupun permintaan seniman, terutama di awal.Ketika host tidak bisa menemani pertemuan dengan sumber belajar, maka seniman berangkat sendiri atau ditemani orang lain yang lebih bisa menjembatani seniman. | |
| 2 | Proses penentuan sumber belajar | Pemetaan di awal dengan melakukan observasi.Mengajukan sumber belajar berdasarkan profil, profesi dan peran yang terkait dengan lokus.Mendiskusikan dengan host tentang kesesuaian proses dan alat pengambilan data untuk sumber belajar, misalnya menanyakan apakah kuesioner memungkinkan digunakan untuk sumber belajar tertentu. Mengikuti dan mengintegrasikan usulan dengan perkembangan temuan-temuan sebelumnya.Berkonsultasi dengan rekan seniman lain, termasuk kolektif sendiri, ketika ada kebimbangan dalam penentuan sumber belajar. | Host melakukan pemetaan potensi sumber belajar sebelum observasi berlangsung.Mengajukan usulan sumber belajar berdasar: (1) penjelasan pra residensi dari para kurator, (2) observasi lingkungan sekitar, (3) pengalaman pribadi, dan (4)diskusi dengan seniman. Lebih banyak berusaha memfasilitasi keingintahuan dan ketertarikan dari seniman Host tidak menyetir arah penelitian seniman |
| 3 | Perencanaan kegiatan residensi | Semua seniman menetapkan ingin menyerap pengetahuan sebanyak-banyaknya dulu dari lokus, baik tentang topik maupun hal lain yang dirasa berpotensi menambah wawasan tentang konteks lokus. Kegiatan setiap hari selama residensi cenderung fleksibel mengikuti situasi di hari tersebut. Seniman dan host menyepakati pola interaksi antar mereka, terutama bila dibutuhkan diskusi. Tidak ada waktu khusus untuk diskusi, fleksibel sesuai kebutuhan. Seniman melakukan penyesuaian waktu terhadap lokus untuk mendapatkan pengetahuan tentang kondisi suasana maupun sumber belajar. | Ada host yang memakai metode mengusulkan jadwal kegiatan pada seniman, walau tetap menerima ketika tidak semua jadwal diikutiSemua host menyerahkan pengaturan kegiatan pada seniman karena merasa target adalah wewenang seniman yang tidak bisa diganggu gugatSemua host mempersiapkan tempat tinggal seniman sebelum kedatangan, selain itu juga survey ke lokus atau sumber belajar yang mungkin dapat bermanfaat untuk proses residensi. Misalnya ada yang melakukan survey ke pasar yang akan menjadi lokus seniman, atau menghitung dan mendata jumlah kantin di lokus. |
| 4 | Ide karya | – Didapat dari data temuan di lokus yang bagi semua seniman dirasa di luar ekspektasi. – Mengintegrasikan gagasan ke dalam medium yang dikuasai atau sering digunakan dalam karya sebelumnya. – Mencoba memberi dampak yang lebih luas. – Disesuaikan dengan durasi program kegiatan. | Mencoba untuk lebih terbuka dalam menerima ide karya.Menyerahkan keputusan kreatif sepenuhnya kepada seniman.Menempatkan peran sebagai teman berbagi (sharing).Mengkomunikasikan pendapatnya pada kurator. |
| 5 | Penunjang proses pembelajaran seniman dalam residensi | – Dekat dengan keluarga sehingga tidak kepikiran kalau ada apa-apa, bisa fokus. – Kemudahan akses dengan narasumber. – Stamina pribadi. – Keterbukaan untuk menyerap semua yang didapat terlebih dahulu. – Host yang informatif. | Kenyamanan tempat, walau terlalu nyaman juga membuat kurang produktif. Isu topik dan lokus program kegiatan yang kontekstual dengan diri dan lingkungannya (Bandung sebagai tempat tinggal).Mempunyai keresahan dan kebermanfaatan yang dirasakan bersama pada seluruh elemen yang terlibat. |
| 6 | Perangkat riset/ jalan untuk mendapat pengetahuan baru | Kuesioner.Draft pertanyaan wawancara.Catatan observasi.Mikroskop.Diskusi dengan host.Diskusi dengan kurator.Diskusi dengan seniman residen lain.Mengobservasi karya seniman yang sudah menjalani proses terlebih dahulu.Diskusi dengan kolektif seni tempat berkegiatan sehari-hari.Buku ataupun arsip terkait topik dan subtopik. | Nguping, mendengarkan diskusi seniman dengan para sumber belajar.Diskusi santai dengan kurator.Diskusi santai dengan seniman baik tentang topik dan ketertarikan maupun tentang keseharian masing-masing. |
| 7 | Peran selama residensi dari sudut pandang pendidikan | – Peneliti. – Pembelajar. | – Teman diskusi dan belajar. – Fasilitator. – Pembelajar. – Pengamat (observer). – Sumber informasi. |
| 8 | Eksplorasi bentuk karya | Mempertimbangkan kesesuaian topik dengan medium karya yang biasa digunakan. Berdiskusi dengan seniman lain yang dikenal (di luar seniman residensi).Dikembangkan melalui diskusi dengan para kurator. Membuat karya tambahan sebagai pelengkap untuk memenuhi permintaan para kurator. | Tidak terlibat langsung dalam proses seniman.Menyerahkan pada kurator sebagai teman diskusi.Bila ada aspek yang dirasa kurang pas, menyampaikan pada kurator atau sekadar memberi pertanyaan pemantik pada seniman.Bukan sekadar melihat akhir karya, melainkan pada bagaimana kesinambungan bentuk yang dipilih dengan topik, peran karya seni yang dihasilkan sudah menjadi jembatan dan sarana komunikasi tentang topik. |
| PASCA RESIDENSI | |||
| 1 | Refleksi terhadap pengetahuan baru yang didapat dari residensi | Semua seniman mendapat pengetahuan baru lintas lokus dan lintas fokus proses pangan yang diobservasi. Berikut ini beberapa insight yang tergali dari wawancara. Tentang Topik Secara UmumKemandirian pangan Bandung adalah masalah yang sangat kompleks dan susah diubah dengan hanya mengandalkan satu dua pihak.Pembahasan tentang pangan di Bandung tak bisa lepas dari membahas kota yang juga sudah berfungsi sebagai melting pot bagi orang-orang dari berbagai daerah.Perubahan pola hidup, seperti kebutuhan untuk semua hal berjalan lebih cepat, turut mempengaruhi secara negatif semua lini dalam urusan pangan. Tentang SubTopikDi masa lalu, Sunda memiliki konsep dan praktik slow farming yang kini banyak ditinggalkan. Pertanian organik tidak selalu benar-benar murni organik. Terkadang karena tuntutan pasar, produsen produk pangan organik ‘terpaksa’ membeli produk dari petani umum yang terkadang juga menggunakan pupuk kimiawi.Dalam proses produksi, ada beberapa pembagian peran berbasis gender yang sudah berjalan sejak masa kolonial. Pemilihan produk pangan berdasar tampilan bentuk turut memunculkan aneka trik dalam proses produksi yang bisa jadi mengubah kandungan bahan pangan. Pengolahan sampah merupakan aspek yang sangat kompleks. Sampah di pasar menumpuk, terkadang tidak diambil petugas hingga tiga bulan dengan berbagai alasan, salah satunya karena tidak cukup di TPS. Sementara sampah yang dipisah berdasar jenis di satu tempat belum tentu masih dipisah ketika dipindah ke TPS. Sampah turut disumbang oleh pemilihan pohon pelindung yang tidak sesuai atau tidak diikuti dengan informasi tentang perlakuan dan pengolahan hasil pohon. Misalnya ada pohon sukun di tempat umum tapi masyarakat sekitar tidak tahu alternatif-alternatif olahan sukun, sehingga selalu ada buah yang terbuang di sekitar pohon. Sampah plastik dalam urusan pangan di Bandung cukup masif dan ini bukan sekadar kemasan. Misalnya banyak penjual makanan memberi sarung tangan plastik termasuk di tempat yang sedia air dan sabun untuk cuci tangan.Inovasi dan inisiatif terkait pengolahan sampah terkadang justru menjauhkan orang dari pemikiran untuk mengurangi sampah. Misalnya masalah sampah dapur diselesaikan dengan memelihara maggot. Pengolahan sampah terkadang lebih dominan pertimbangan prospek ekonomi dulu barulah kontribusi pribadi terhadap lingkungan. Misalnya peternakan maggot, daur ulang, dll. Tentang Residensi dan SeniPola refleksi terhadap potensi diri dan lingkungan penting dalam menggagas proses penciptaan karya.Pertimbangan peran dan fungsi seni, dengan melibatkan masyarakat, menjadi bagian dari proses dan penciptaan karya maupun karya itu sendiri.Lokus punya peran dan fungsi dalam tatanan gagasan dan penciptaan serta wilayah berkesenian.Peran utama seniman residensi adalah menceritakan kembali pengalamannya, yang tidak mudah didapat oleh semua orang, dan membagikan hasil pembelajarannya dalam bentuk karya. Fungsi karya pasca residensi adalah memancing diskusi seputar topik dan lokus, bukan hanya tentang karyanya. | Host juga mendapat banyak pengetahuan baru sebagai berikut: Tentang Topik Secara UmumPermasalahan fenomena dan pengetahuan tentang lokus yang sebelumnya dianggap tidak penting, kedepannya juga mempengaruhi kehidupan pribadi dan sosial. Tentang SubTopikTidak semua bahan pangan ada di pasar, misalnya kopi Banyak pedagang pasar menjual hasil bumi dari daerahnya, banyak yang bukan dari Bandung. Beberapa bahan pangan yang dijual di Bandung berasal dari Jawa Tengah bahkan ada yang lebih jauh lagi. Hasil bumi dari Cimahi justru banyak yang diperuntukkan bagi konsumsi warga Jakarta dan sekitarnya. Terkadang swalayan waralaba bisa lebih kejam dari tengkulak karena tidak semua produk diterima dan keputusan penerimaan bahan pangan hanya berdasar tampilan bentuknya. Permakultur sebenarnya adalah praktik yang sudah dijalankan oleh petani pada masa lalu. Tentang Residensi dan SeniPemahaman ruang lingkup karya seni yang lebih luas, tidak hanya sebatas lukis dan patung. Residensi bisa dilihat sebagai metode pembelajaran yang dapat diterapkan dan didorong ke dalam wilayah akademis.Seni bisa menjadi alternatif cara edukasi yang lebih mudah dan kontekstual, terutama pada kelompok masyarakat yang susah memahami atau menerima informasi ilmiah.Seniman memiliki keunikan dalam melihat sebuah masalah dan mampu berpikir beberapa langkah ke depan.Beberapa ritual masa lalu bisa jadi juga merupakan produk seni yang bertujuan untuk menjembatani pengetahuan dengan masyarakat yang masih percaya klenik. |
| 2 | Perubahan sikap | Lebih kuat rasa penasaran dan keinginan untuk mengulik lebih jauh tentang hal-hal yang selama ini dianggap biasa saja, Misalnya ketika melihat nasi mulai memikirkan bagaimana kualitas pertanian yang menjadi sumber beras yang dikonsumsi. Tadinya melihat makanan hanya sebagai pemenuhan selera dan kebutuhan. Melihat objek di sekitar juga bisa menjadi pemantik untuk penciptaan karya. | Seni yang tadinya dipandang hanya dari segi estetika dilihat potensial menjadi alat penggerak perubahanLebih bijak dalam memahami ekosistem pangan. |
| 3 | Perubahan perilaku | Eksplorasi gagasan dan proses penciptaan karya yang lebih menekankan pada pencarian pengetahuan. Lebih peka dalam melihat maupun bersentuhan dengan topik serta lokus, baik sebagai individu maupun profesi. Seperti saat membeli, berbuat dan makan. | Memanfaatkan semaksimal mungkin makanan yang mungkin masih bisa dimakan.Tak lagi sekadar menilai kualitas bahan pangan dari bentuknya semata.Lebih peka dalam melihat maupun bersentuhan dengan topik serta lokus, baik sebagai individu maupun profesi. |
| 4 | Evaluasi terhadap proses residensi | Durasi residensi dirasa kurang, terutama karena lokus dan subtopik yang menjadi fokus residensi cukup luas.Pemilihan lokus cukup menarik tapi banyak yang belum tereksplorasi.Seniman perlu dipersiapkan dan mempersiapkan diri dengan optimal sebelum proses residensi dimulai. Pemberian informasi perlu lebih detail. Perlu ada indikator dalam memilih waktu residensi, misalnya terkait waktu tanam/panen, masa kuliah, dan musim yang sedang berlangsung. Perlu dipertimbangkan beberapa seniman residensi di satu tempat yang sama agar terjadi pertukaran pengetahuan lebih mendalam tentang lokus yang sama.Kedekatan host dengan topik residensi perlu dipertimbangkan. Bisa juga dibuat co-host yang dipilih dari pelaku kegiatan yang berhubungan dengan topik, misalnya co-host dari petani, pedagang kantin, atau pedagang pasar. | Akan menarik bila ada kolaborasi antar disiplin ilmu pengetahuan, misalnya residensi bersama antara seniman dan sejarawan sehingga diperoleh sudut pandang yang berbeda.Saling silang peran perlu dilihat lebih jauh.Pemilahan lokus dan fokus residensi serta penempatan seniman bisa dibuat lebih baik. Melibatkan lokus atau host yang sangat berbeda juga bisa menjadi alternatif. Misalnya agar bisa melihat lebih dalam tentang pertanian berkelanjutan, seniman bisa ditempatkan di petani yang melakukannya dan petani yang sama sekali tidak melakukan metode ini.Variasi sumber belajar sangat penting agar seniman benar-benar mendapat banyak informasi tentang topik, namun tentu ini berhubungan dengan durasi program. |
| 5 | Rencana dan harapan tindak lanjut pribadi di luar residensi | Semua seniman masih nyaman dengan medium karya yang menjadi pilihan sejak sebelum residensi, namun demikian pilihan topik, objek, dan target masyarakat semakin berkembang untuk karya-karya mereka selanjutnya. Mendistribusikan pengetahuan baru pada lebih banyak orang, misalnya pada kolektifnya sendiri. | Mengisi kekosongan di lokus, seperti pangan berupa kopi yang jarang atau bahkan tidak ada di pasar lokal.Mendorong pola residensi sebagai metode pembelajaran ke wilayah akademis. |
Bahan Bacaan:
Wendy.Network Magazine (2025). “The Role and Benefits of An Artist Residency”. https://wendy.network/artist-residencies/ (diakses pada 13 Februari 2025).
“Artists Residencies”. https://artquest.org.uk/how-to-articles/artist-residencies/ (diakses pada 13 Februari 2025)
Karina Adistiana adalah seorang Psikolog Pendidikan yang memiliki kiprah panjang dalam Jaringan Pendidikan Alternatif. Bersama Ribut Cahyono, ia menggagas Gerakan Peduli Musik Anak, kemudian berkembang menjadi yayasan, yang bertujuan untuk mengingatkan orang dewasa tentang pemanfaatan musik sebagai sarana komunikasi, alat pendidikan, dan cara memperkuat ikatan emosional antara orang dewasa dan anak-anak. Selain itu, ia juga menjadi salah satu tim perumus Presisi, sebuah pendekatan pembelajaran yang berbasis pada lokalitas dan konteks sosial. Karina turut terlibat dalam proyek Ekstrakurikulab sebagai salah satu anggota tim penelitian. Dalam diskusi ini, Karina berperan sebagai pemantik diskusi, yang akan membuka dan mengarahkan pembahasan melalui perspektif pendidikan dan pendekatan pedagogi yang relevan dengan praktik seni kolektif.
Wahyudi adalah seorang guru, seniman, dan organisator yang mengkhususkan diri dalam bidang pendidikan dan seni rupa. Dengan gelar dalam Pendidikan Seni Rupa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Wahyudi merupakan anggota aktif Serrum dan Gudskul Ecosystem, di mana ia berperan dalam pengelolaan ruang seni dan pengembangan ekosistem seni kontemporer. Ia adalah salah satu penggagas Program Remedial, sebuah program residensi yang dirancang untuk siswa SMA guna memberikan pengalaman langsung dalam eksplorasi seni melalui pembelajaran berbasis proyek. Wahyudi juga merupakan salah satu perumus program Presisi, yang mengintegrasikan seni dengan isu sosial, budaya, dan lokal untuk menciptakan program pendidikan yang berdampak.
