Anita Bonit
“Antanan lèèh kapoè/ dirabut muguran galeng ditamping/ Panyoèl sasari hahanyiran/ Digayem seug jogo jeungkalan/ Urat kuat batan kawat/ Ashadu balung ngawulung kuluwung/ sahadatna hèhèrang banyu/ Cur cor cienur lingliangan huhulu wotan.”
Dalam budaya Sunda, sambal bukan sekadar pelengkap makanan, tetapi juga memiliki makna lebih dalam sebagai penanda waktu dan pemberi energi. Mantra nyambel ini menggambarkan bagaimana lalapan seperti antanan dan sambal terasi memiliki waktu konsumsi tertentu, yaitu siang hari, agar memberikan manfaat maksimal. Kombinasi keduanya dipercaya dapat meningkatkan stamina tanpa menimbulkan kantuk.
Pemahaman ini menunjukkan bahwa masyarakat Sunda telah lama menyadari hubungan erat antara makanan, waktu konsumsi, dan kondisi tubuh. Lebih dari sekadar tradisi kuliner, konsep ini mencerminkan kecerdasan budaya yang terus berkembang. Di era modern, perspektif ini dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bagian dari potensi ekonomi, khususnya dalam gastronomi Sunda.

Dimensi Bervariasi
Print digital di atas kain dan piring keramik
2025
